EVALUASI KESESUAIAN LAHAN TANAMAN JATI

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN TANAMAN JATI 
DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TIRTOMOYO BAGIAN HULU 
KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2011 
(Studi Implementasi Kebijakan 
Penanaman Satu Juta Pohon di Kabupaten Wonogiri Tahun 2009)
Rohmat Wahid Romadlon*, Ahmad, Setya Nugraha
Keperluan Koresprodensi* Telp. 085642083893 e-mail : mvazto@yahoo.com
Abstract
The aims of the research are : (1) to find out the level of actual land suitability 
and potencial land suitability for jati trees in Tirtomoyo river flowing area and (2) to 
find out the match level of jati’s seed attempting towards of land suitability level in 
upper course Tirtomoyo river flowing area. This research uses descriptive methods 
approach with type and research realization methods used the survey’s methods. The 
Summarize of this research as follows divided at two : Tirtomoyo upper course river 
flowing area has 12 subclass of actual land suitability for jati trees who has 
variation of land suitability class, at first permanently not suitable (N2), marginally 
suitable (S3) and sufficiently suitable (S2). That one has retard factors which 
following different as one as other.  Match of attempt jati’s seed planting toward 
class of land suitability divided in 2 class, namely match (T) with large  3402 Ha  or
32,56 %  and unmatch (TT) with large 5.242 Ha or 48,89 %.
Keywords : DAS, Kesesuain lahan tanaman jati, penanaman satu juta pohon, 
evaluasi.

PENDAHULUAN
Tanah dan air merupakan sumberdaya alam utama yang memunyai pengaruh 
besar terhadap kehidupan manusia. Kebutuhan manusia terhadap sumberdaya alam 
tersebut akan meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk, sedangkan 
persediaan sumberdaya alam semakin terbatas. Keadaan yang saling bertentangan 
tersebut akan meningkatkan tekanan manusia terhadap sumberdaya alam secara 
berlebihan dan cenderung merusak, sehingga akan menurunkan kualitas sumberdaya 
alam. Untuk mengatasi kualitas sumberdaya alam yang semakin menurun maka 
dibutuhkan adanya tindakan-tindakan untuk mencegah aktifnya faktor-faktor penyebab 
kerusakan tanah.
Kerusakan tanah tersebut akan memengaruhi keseimbangan tataguna lahan. 
Geomorfologi dalam terapannya menekankan pada studi bagaimana merencanakan 
tataguna lahan yang baik dalam arti menyesuaikan penggunaan lahan sesuai dengan 
kemampuannya (Verstappen, 1983 dalam Tri Wibowo, 2005).  Untuk mencapai sasaran 
tersebut dapat dilakukan dengan cara pencegahan erosi, pengelolaan lahan kritis,  dan 
peningkatan teknik konservasi tanah. 
Perubahan kondisi tataguna lahan tersebut juga terjadi di daerah tangkapan 
Waduk Serbaguna Wonogiri. Perubahan kondisi daerah tangkapan Waduk Serbaguna 
Wonogiri tersebut berupa perubahan pemanfaatan lahan  yang  berdampak pada 
peningkatan sedimentasi pada waduk tersebut. Peningkatan sedimentasi  pada waduk
akhirnya berakibat pengurangan volume efektif waduk.  Permasalahan sedimentasi 
waduk tersebut memerlukan pengkajian secara mendalam dan perlu segera diupayakan 
penanganan secara menyeluruh. Sedimen dari Sungai Tirtomoyo yang merupakan salah 
satu  anak sungai yang bermuara di Waduk Wonogiri menimbulkan permasalahan 
terbesar kedua yang sangat mendesak untuk ditangani. 
Alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian semakin merebak karena usaha 
pertanian bergeser dari lahan subur yang terus berkurang ke lahan marginal yang kurang 
subur (hutan). Demikian pula penebangan hutan yang berada di kawasan DAS 
Tirtomoyo hulu yang tidak terkendali untuk memenuhi kebutuhan kayu baik untuk 
bahan bagunan, bahan perkakas rumah tangga, maupun untuk bahan bakar. Kita bisa 
menghitung berapa volume kayu untuk semua kebutuhan tadi, berapa dari luar Jawa 
yang masuk, dan berapa yang dihasilkan oleh Perhutani, maka akan tidak seimbang, 
sehingga kekurangan itu berasal dari hutan di sekitar kita sendiri.
Dalam suatu kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) seyogyanya 30% dari luas 
DAS tertutup oleh hutan, namun keadaan ini sudah sulit ditemukan di sebagian besar 
DAS, terutama di DAS Tirtomoyo bagian Hulu. Berbagai upaya pembangunan hutan 
kembali harus terus dilakukan. Pembangunan hutan akan lebih berhasil apabila 
melibatkan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Sebenarnya rusaknya hutan terjadi 
karena tindakan masyarakat sekitarnya, demikian juga baik atau utuhnya hutan sangat 
ditentukan pula oleh masyarakat di sekitar hutan. Untuk itu, pembangunan hutan 
bersama masyarakat sekitarnya sangat mendukung keberhasilan program penghutanan 
kembali baik dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan. 
Erosi  permukaan (surficial erosion) merupakan proses pelepasan dan
pengangkutan partikel tanah secara individu oleh akibat hujan, angin atau es 
(Hardiyatmo, 2006: 385). Dalam pengertian lain,  erosi didefinisikan sebagai suatu 
peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat  yang 
terangkut  ke tempat lain, baik disebabkan oleh pergerakan air, angin, dan/atau es. 
(Rahim, 2006: 28) 
Dari  kedua  pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa erosi merupakan proses 
pelepasan (detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan (deposition) 
partikel-partikel tanah oleh media alami berupa angin dan air dari suatu tempat ke 
tempat yang lain.
Erosi pada umumnya terjadi akibat hujan dan angin. Erosi hujan bermula dari 
turunnya hujan. Erosi juga terjadi di sepanjang tebing sungai, di mana kecepatan aliran 
tinggi dan tahanan erial tanggul rendah (Hardiyatmo, 2006: 385). Banjir yang 
berkepanjangan dan diikuti proses degradasi yang lain, juga membuat tebing sungai 
harus dilindungi. Terjadinya pipa-pipa di dalam tanah akibat terangkutnya butiran-butiran halus tanah oleh rembesan (disebut  piping), atau mata air yang keluar dari 
permukaan tanah juga merupakan bentuk lain dari erosi yang dalam hal ini diakibatkan 
oleh rembesan dan munculnya air dari permukaan lereng yang dilindungi.
Beberapa sumber yang menjadi penyebab terjadinya erosi dan tipe erosi 
disimpulkan oleh Gray dan Sutiir (1996) ditunjukan dalam tabel 2 berikut in
Tabel  2. Sumber Penyebab dan Tipe-tipe Erosi (Gray dan Sotir, 1996 dalam 
Hardiyatmo, 2006: 387)
Sumber  Tipe erosi atau proses degradasi

Untuk memprediksi besarnya erosi dari sebidang tanah tertentu pada suatu 
kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam penanaman dan 
tindakan pengelolaan yang mungkin dilakukan atau yang sedang dilakukan atau yang 
sedang dipergunakan, digunakan Persamaan Umum Kehilangan Tanah (PUKT) atau 
Universal Soil Loss Equation  (USLE) (Wischmeier dan Smith, 1978 dalam Arsyad 
1989) dan rumusnya adalah sebagai berikut.
Dalam mengidentifikasi dan membuat perbandingan berbagai penggunaan lahan 
diperlukan interpretasi, survey, studi bentuklahan, tanah, vegetasi yang menutupi, dan 
aspek lain yang berpengaruh terhadap lahan tersebut. Evaluasi lahan adalah suatu proses 
penaksiran potensi lahan untuk tujuan penggunaan khusus, meliputi interpretasi,  survey
bentuklahan, tanah, vegetasi, iklim, dan aspek lainnya sampai tingkatan 
mengidentifikasi dan menyesuaikan dengan tujuan dari evaluasi lahan (FAO dalam 
Arsyad, 1989: 209). 
Evaluasi lahan terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap awal menentukan satuan 
pemetaan.  Satuan pemetaan diartikan sebagai satuan terkecil yang digunakan untuk 
melakukan evaluasi lahan sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini satuan 
pemetaan yang digunakan adalah satuan lahan.  Satuan  lahan merupakan satuan wilayah 
dengan satu atau lebih karakteristik lahan tertentu yang dapat digambarkan dalam 
satuan peta.
Pelaksanaan evaluasi lahan dapat dilakukan dengan secara sederhana (manual) atau 
dengan menggunakan komputer. Pada penilaian dan pengolahan data dalam jumlah 
besar dapat dilaksanakan dengan cepat menggunakan komputer, namun ketepatan 
penilaiannya sangat tergantung dari kualitas data yang tersedia serta katetapan asumsi 
yang digunakan dalam penilaian tersebut. Penelaahan dan interpretasi data dasar tanah, 
vegetasi, iklim, dan komponen lahan lainnya agar dapat mengidentifikasi dan membuat 
perbandingan antara berbagai alternatif penggunaan dari lahan tersebut.
Evaluasi lahan sebagai penghubung antara berbagai aspek dan kualitas fisik, biologi, 
dan teknologi penggunaan lahan dengan tujuan sosial ekonomi, kaitannya dengan tujuan 
tersebut perlu penetapan faktor-faktor penciri. Hubungan antara sifat lahan dan anlisis 
sosial ekonomi serta penggunaan lahan tergantung dari pendekatannya, yaitu 
pendekatan dua tahapan dan pendekatan sejajar (FAO dalam Sitorus, 1998: 45), yaitu 
Pertama  Pendekatan Dua Tahapan (Two stage approach)  terutama berkenaan dengan 
evaluasi lahan yang bersifat kualitatif yang kemudian diikuti dengan tahapan kedua 
yang terdiri  dari analisis sosial ekonomi  dan yang kedua adalah  Pendekatan Sejajar 
(Parallel approach)  yaitu  analisis  hubungan antara lahan dengan penggunaan lahan 
berjalan secara bersamaan dengan analisis sosial ekonomi. Kegunaan dari evaluasi 
lahan yaitu untuk menilai kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan lahan tertentu 
dengan memberikan alternatif penggunaan lahan dan batas-batas kemungkinan 
penggunaannya serta tindakan pengelolaan yang diperlukan secara benar sesuai dengan 
hambatan yang ada.  Selain itu juga memprediksi kemungkinan penerapannya serta 
tindakan pengelolaan yang dilakukan, sedangkan kerangka dasar evaluasi lahan melalui 
perbandingan antara persyaratan yang diperlukan untuk penggunaan lahan tertentu 
dengan sifat lahan yang ada. 
Dalam penilaian ini evaluasi lahan bertujuan untuk memberikan penilaian lahan 
di daerah penelitian bagi keperluan pertanian khususnya tanaman jati dan mahoni 
sebagai tanaman agroforesty dengan persyaratan tumbuh tanaman. 
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini 
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui  Tingkat kesesuaian lahan aktual dan 
potensial tanaman jati  (Tectona grandis  L. F)  di DAS Tirtomoyo bagian hulu serta 
Tingkat kesesuaian penempatan penanaman bibit tanaman jati  (Tectona grandis  L. F)
terhadap tingkat kesesuaian lahan di DAS Tirtomoyo bagian hulu.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan metode deskriptif dengan bentuk dan 
metode pelaksanaan penelitian menggunakan metode survei. Populasi adalah satuan 
lahan yang ada di DAS Tirtomoyo hulu.  Teknik pengambilan sampel dengan 
menggunakan  Purposive Sampling.  Teknik pengambilan data berupa observasi 
langsung, wawancara dan analisis laboratorium.  Teknik analisis data untuk mengetahui 
subkelas kesesuaian lahan adalah dengan sistem mencocokkan (matching)  antara 
persyaratan tumbuh tanaman jati dengan kualitas dan karakteristik lahan. Data distribusi 
tanaman jati yang diperoleh dari pemerintah Kecamatan  Tirtomoyo dan wawancara 
dengan penduduk pada satuan lahan yang mempunyai penggunaan lahan tegalan dan 
sawah, data ditabulasi dan dianalisis untuk mengetahui ketepatan penemnpatan bibit 
tanaman jati terhadap kelas kesesuaian lahan di daerah penelitian. 

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pembahasan dengan menggunakan analisis data dan analisis 
menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG), DAS Tirtomoyo hulu memunyai 3 
kelas kesesuaian lahan aktual yaitu N2 (tidak sesuai permanen), S3 (sesuai marjinal), 
dan S2 (cukup sesuai) yang terbagi menjadi 12 subkelas kesesuaian lahan yaitu N2 w; 
N2 w,s/m; N2 w,r; N2 w,r,s/m; N2 s/m; N2 r; S3 s/m; S3 s/m,e; S3 r,s/m; S3 r,e; S3 
r,s/m,e; dan S2 w,r,s/m.  Sedangkan untuk  Evaluasi kesesuaian lahan potensial  terdapat 
2 tingkat pengelolaan yaitu yang pertama tingkat pengelolaan rendah terdiri dari kelas 
N2 (tidak sesuai permanen) dengan luas 3.102,06 Ha (28,09%), terbagi dalam 3 
subkelas kesesuaian lahan yaitu N2 s/m; N2 r; dan N2 r,s/m. N1 (tidak sesuai saat ini) 
dengan luas 1.054,29 Ha atau 13,6% terbagi dalam 3 subkelas kesesuaian lahan yaitu 
N1 s/m; N1 r,s/m; dan N1 r/m,e. Kelas S3 (sesuai marjinal) dengan luas 266,39 Ha atau 
2,4% yang terbagi dalam satu subkelas kesesuaian lahan yaitu S3s/m. Kelas S2 (cukup 
sesuai) dengan luas 1.301,2 Ha atau 11,78% yang terdiri satu subkelas yaitu S2 r s/m.
Terdapat dua kelas kesesuaian lahan potensial dengan tingkat pengelolaan sedang 
yaitu kelas N2 (tidak sesuai permanen) dengan luas 870,51 Ha atau 7,89% yang terbagi 
menjadi 2 subkelas kesesuaian lahan yaitu N2 r dan N2 s/m. Kelas S3 (sesuai marjinal) 
dengan luas 113,5 Ha atau 1,01% yang terbagi dalam 3 subkelas kesesuaian lahan yaitu 
S3 r, S3 s/m, dan S3 r,s/m.
Kesesuaian penempatan tanaman jati terhadap kelas kesesuaian lahan  dibedakan 
menjadi dua kelas, yaitu yang pertama adalah Tepat  dimana Kelas kesesuaian ini terdiri 
dari kelas kesesuaian lahan S2 s/m; S3 r, s/m; S3 s/m; dan N2 s/m. Luas total dari kelas 
ini adalah 3.402 Ha atau 32,56 % yang tersebar hampir di sepertiga luas dari DAS 
Tirtomoyo hulu yang meliputi Desa Brenggolo, Hargorejo, Sidorejo, Hargantoro, 
Penggung, Pakis Baru, dan sebagian kecil Desa Dlepih. Kedua adalah kelas Tidak Tepat
dimana  kelas  kesesuaian ini terdiri dari kelas kesesuaian lahan  N1 r, s/m;  N1 s/m;  N2 
s/m; dan N2 r, s/m. Luas total dari kelas ini adalah 5.242 Ha atau 48,89 % yang tersebar 
hampir setengah dari DAS Tirtomoyo hulu bagian selatan yang meliputi sebagian besar 
Desa Hargosari, Sukoharjo, Genengharjo, Hargorejo, Tokawi dan sebagian kecil Desa 
Sidorejo dan Brenggolo.

KESIMPULAN 
Terdapat 3 Kelas Kesesuaian lahan aktual yaitu (1)  N2 (tidak sesuai permanen) 
dengan Luas 9914,11 Ha (89,79 %), terbagi dalam 6 subkelas kesesuaian lahan yaitu N2 
w, N2 w, s/m, N2 w, r, N2 w, r, s/m, N2 s/m dan N2 r.  (2) S3 (sesuai marjinal)  dengan 
luas 137,65 Ha  (1,24 %),  terbagi dalam 5 subkelas kesesuaian lahan yaitu  S3 s/m, S3
s/m,  e, S3 r,  s/m,  S3  r, e dan S3 r, s/m, e. (3) S2  (sesuai marginal) dengan luas  109,43
Ha (0.99 %), terbagi dalam 1 subkelas kesesuaian lahan yaitu S2 w, r, s/m.
Terdapat 4 Kelas Kesesuaian lahan potensial dengan tingkat penegelolaan rendah 
yaitu (1) N2 (tidak sesuai permanen) dengan luas 3.102,06 Ha ( 28,09 %), terbagi dalam 
3 subkelas kesesuaian lahan yaitu N2 s/m, N2 r dan N2 r, s/m. (2) N1 (tidak sesuai saat 
ini) dengan luas 1.054,29 (13,6 %), terbagi dalam 3 subkelas kesesu aian lahan yaitu N1 
s/m, N1 r, s/m dan N1 r, s/m, e. (3) S3 (sesuai marjinal) denga luas 266,39 Ha (2,4 %) 
yang terbagi dalam 1 subkelas kesesuaian lahan yaitu S3 s/m. (4) S2 (cukup sesuai) 
dengan luas 1.301,2 Ha (11,78 %), yang terdiri dari 1 subkelas kesesuaian lahan yaitu 
S2 r, s/m.
Terdapat 2 Kelas Kesesuaian lahan potensial dengan tingkat pengelolaan sedang 
yaitu (1) N2 (tidak sesuai permanen) dengan luas 870,51 Ha (7,89 %) yang terbagi 
menjadi 2 subkelas kesesuaian lahan yaitu N2 r dan N2 s/m. (2) S3  (sesuai marjinal) 
dengan luas 113,5 Ha (1,01 %) yang terbagi dalam 3 subkelas kesesuaian lahan yaitu S3 
r, S3 s/m dan S3 r, s/m. 
Kelas ketepatan penempatan bibit tanaman jati terhadap kelas kesesuaian lahan 
dibagi menjadi 2 yaitu (1)  T (Tepat), dengan luas 3402 Ha atau 32,56 % termasuk di 
dalamnya subkelas kesesuaian S2 s/m, S3 r, s/m, S3 s/m dan N2 s/m yang terdapat di
Desa  Brenggolo, Hargorejo, Sidorejo, Hargantoro, Penggung, Pakisbaru  an sebagian 
kecil Desa Dlepih. (2) TT ( Tidak Tepat), dengan luas  5.242 Ha atau 48,89 % termasuk 
di dalamnya subkelas kesesuaian lahan N1 r, s/m, N1 s/m, N2 s/m dan N2 r, s/m  yang 
terdapat di Desa  Desa Hargosari, Sukoharjo, Genengharjo, Hargorejo, Tokawi dan 
sebagian kecil Desa Sidorejo dan Brenggolo

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: ITB
Hardiyatmo, Hary C. 2006.  Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Yogyakarta: UGM 
Press.
Rahim, Supli E. 2006.  Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian 
Lingkungan Hidup. Jakarta: Bumi Aksara.
Sitorus, Santun RP. 1985. Evakuasi Sumber Daya Lahan. Bandung: Transito
Tri Wibowo.2005. Tri Wibowo.  2005. Evaluasi Persebaran Erosi Untuk Arahan 
Konservasi Tanah di Kecamatan Tirtomoyo. Skripsi. Surakarta.

Comments

Popular posts from this blog

LAPORAN PRAKTIKUM INVENTARISASI TEGAKAN SEBELUM PENEBANGAN (ITSP)

CONTOH SUSUNAN ACARA KULIAH TAMU

Chord Fisip Meraung - Mbokku